Perjuangan rakyat Mandalika melawan perampasan tanah dan penggusuran permukiman dalam rencana pembanguan kawasan Pariwisata telah dimulai sejak awal tahun 90an, perjuangan tersebut bermula dari klaim pengembang (PT. LTDC saat itu) atas tanah-tanah dan permukiman warga seluas total 1.500 Ha melalui serangkaian pemaksaan dan tipu daya pembebasan lahan khas rezim orde baru. Klaim pembebasan lahan tersebut selanjutnya masih menyisakan masalah hingga saat ini yang meliputi sebagai berikut:
- Lahan yang tidak pernah dibayar sama sekali,
- Pembayaran lahan kepada bukan pemilik lahan yang sebenarnya (salah bayar),
- Lahan yang hanya Dibayar sebagian dari total objek lahan yang diklaim, dan
- Pembayaran lahan hanya berupa uang muka dan tidak pernah dilunasi namun tanah tetap diklaim
Pada era Pemerintahan Presiden Susilo bambang Yudoyono, mimpi buruk Rakyat Mandalika kembali menyeruak, Rencana Pembangunan Kawasan Pariwisata Mandalika yang sebelumnya telah Mangkrak dalam periode yang sangat lama oleh Pemerintah diserahkan kepada BTDC (ITDC sekarang) dengan portofolio keberhasilan membangun Kawasan Pariwisata Nusadua bali setelah sebelumnya sempat batal dikelola oleh Pt. Emaar sebuah perusahaan asal Abudabi. Pembangunan tersebut tidak mudah pada kenyataanya, perjuangan rakyat yang terus terbangkitkan karena tidak terima lahan dan permukimannya digusur begitu saja menjadi pertimbangan banyak investor yang sebelumnya tergiur batal menanamkan sahamnya di dalam proyek Mandalika.
Sejak Jokowi menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia dan lantas memasukkan mandalika menjadi salah satu Kawasan Startegi Pariwisata Nasional (KSPN) dalam Proyek Staretgis Nasional (PSN) dan menyematkan nama Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika dalam proyek ini yang ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah No. 52 tahun 2014 tentang KEK Mandalika dengan luas area 1.035,67 Ha. Luasan lahan yang diklaim kemudian berubah, berdasarkan pengakuan PT. ITDC luas lahan yang dikuasinya adalah 1.164 Ha yang terbagai ke dalam 125 Sertifikat Hak Pengelolaan Lahan (HPL), yang terdiri dari 1.079 Ha telah dinyatakan “Clean and Clear”, 27,2 Ha dinyatakan masih berpotensi sengketa dan 57,7 Ha dan sedang dalam proses persidangan, selain itu PT. ITDC juga menyatakan masih membutuhkan lahan tambahan seluas 119,8 Ha diluar kawasan yang telah dikuasainya. Dengan modal tersebut selanjutnya Jokowi menjajakan Kawasan Mandalika selayaknya kue pasaran dalam forum-forum internasional sehingga sejak tahun 2018 berhasil menggandeng Asian Invesmen Infrastructure Bank (AIIB) untuk mendanai proyek tersebut dengan nilai investasi sebesar USD 248,4 juta dari USD 316,5 juta biaya yang dibutuhkan dalam pembangunan projek ini.
Kehadiran AIIB mendanai projek KEK Mandalika melalui Mandalika Urban and Tourism Project (MUTIP) menjadikan mimpi buruk rakyat mandalika menjadi nyata, pembangunan sirkuit Moto GP mandalika sebagai destinasi utama untuk menarik investasi berhasil dibangun yang artinya sontak penggusuran pun mulai dilakukan. Ratusan rumah di 2 (dua) dusun yaitu dusun ebunut dan Ujung di Desa Kuta menjadi sasaran pertama penggusuran dan ratusan hektar lahan pertanian juga turut tergusur didalamnya.
Agar tampak seolah-seolah tetap memiliki sisi humanis dan seolah-olah tidak melakukan pelanggaran HAM setelah Pakar HAM PPB memberikan respon atas laporan dari berbagai pihak terkait Pelanggaran HAM yang dilakukan PT. ITDC yang didanai oleh AIIB[1]. AIIB bersama PT. ITDC menerbitkan dokumen “Resettlement Action Plan (RAP)”[2]yang didasarkan pada dokumen yang diterbitkan sebelumnyatentang “Resettlement Policy Framework of The Urban and Tourism Project” yang mengatur setidaknya 3 hal pokok yaitu tentang:
- Rencana Pemukiman kembali,
- pemberian konpensasi, dan
- Pemulihan Kehidupan bagi kepala Keluarga Terdampak Projek (KKTP) Mandalika.
Dari 3 (ketiga) poin di atas tidak satupun benar-benar dipenuhi oleh PT. ITDC maupun AIIB sebagai penyandang dana. Sejak awal dokumen tersebut telah disesatkan dengan mengklaim bahwa lahir dari proses konsultasi bermakna dengan warga yang padanya kenyataanya tidak pernah terjadi, pertemuan dengan warga yang diorganisasikan oleh PT. ITDC hanyalah pertemuan sosialisasi atas RAP tanpa sedikitpun hak untuk menyatakan “tidak” bagi warga yang terdampak begitu pula dengan proses pendataan yang timpang tindih atas jumlah warga yang terdampak di 2 (dua) dusun yaitu dusun ebunut dan Ujung. Dalam impelementasinya jauh lebih buruk dan sayarat dengan praktek korup di dalamnya mulai dari pemberian konpensasi yang tidak sesuai, pembangunan hunian sementara yang tidak sesuai, pembangunan hunian tetap yang tidak sesuai dengan jumlah warga yang tergusur terlebih terdapat perbedaan yang signifikan antara bentuk rumah yang tertuang dalam RAP dengan kenyataanya, tidak adanya pemulihan kehidupan bagi warga terdampak sebagaiman dijanjikan hingga adanya temuan transaksi dalam rekening Bank atas nama warga terdampak tanpa sepengetahuan warga terdampak sama sekali.
Berbagai upaya perjuangan telah ditempuh sejak era tahun 90-an, namun perjuangan demi perjuangan yang dilakukan masih bersifat spontan dan lokalistik meski embrio atas pembangunan organisasi sejati rakyat yang memiliki karakter Demokratik nasional sesungguhnya telah dimulai sejak lama.
Setelah melalui pengalaman perjuangan yang sangat panjang serta “suming up” pengalaman perjuangan sehingga rakyat Mandalika khususnya yang terdampak secara langsung dari pembangunan KEK Mandalika mantap mendeklarasikan organisasi AGRA Ranting Mandalika pada tanggal 1 Juni 2024 yang sekaligus menjalankan Rapat Umum Anggota Pertama I sebagai forum demokratis tertinggi tingkat ranting untuk menentukan garis perjuangan dan memilih pimpinan harian sebagai pelaksana organisasi.#
REFERENSI:
- https://. go.id/kawasan/kek-Mandalika
- PT. ITDC 2018: Kerangka kebijakan pemukiman kembali Mandalika Urban and Tourism Infrastructure Project (MUTIP)/ Proyek Infrastruktur dan Perkotaan Mandalika (PIKPPM)